Minggu, 28 Juni 2009

I’m Happy and should be happy with My Life

I’m Happy and should be happy with My Life
The first day of summer, farewell party with Indonesian families.

21 Juni lalu adalah the first day of summer sekaligus merupakan hari terpanjang. Bayangkan saja maghribnya sekitar pukul 8.50 pm. Panas yang menyengat juga begitu terasa. Pukul 8 pagi suhu menunjukkan kisaran 90 F (32 C). Missouri memang panas, terutama saat summer. Kelembapan cukup tinggi tetapi terasa kering dan tidak ada angin yang berhembus. Maklum, jauh dari laut dan terletak ditengah. Indonesia memang panas dan lembab, tetapi bentuk kepulauan memberikan keuntungan tersendiri yaitu angin yang berhembus masih bisa dirasakan. Saat tanggal 23 juni lalu, yang merupakan panas tertinggi, rekor panas mencapai 100 F (38 C). Di tengah kota di St. Louis panas mencapai 110 F (43 C). dikabarkan juga 3 orang meninggal dunia akibat udara panas yang tinggi itu. Meskipun aku orang Indonesia yang biasa di daerah panas, aku juga tidak tahan dengan panasnya Missouri. Panasnya lain, terasa kering dan mengakibatkan sesak nafas serta badan lemas. Keringat pun tidak bisa mengalir lancar. Untuk itu dianjurkan minum air sebanyak mungkin agar tidak dehidrasi. Aku lebih memilih di dalam rumah dari pada ke luar rumah. Pernah suatu hari suhu 94 F (34 C) dan terlalu banyak di luar ruangan karena pool party, kepala sudah terasa berat, seperti mau pingsan.
Hari pertama di musim panas ini merupakan suatu reminder bagiku bahwa dalam beberapa hari ke depan aku akan meninggalkan rumah di sini (O’Fallon, Missouri), host family, dan teman-teman. Karena 28 Juni adalah hari terakhir tinggal di rumah host family dan pukul 3 pm pada hari itu juga harus berpisah dengan host family untuk last orientation sebelum kembali ke Negara masing-masing.
Menyadari itu, pak Landung (orang dari Nganjuk yang sudah lama tinggal di Amerika dan aku sudah menceritakan tentang dia dulu) tanggal 21 Juni lalu mengadakan semacam farewell party untuk ku dengan mengundang beberapa keluarga Indonesia dan juga host family ku. Sayangnya hanya mom yang bisa hadir sementara Paige tidak bisa hadir dikarenakan dia punya acara dengan ayahnya. 21 Juni di USA merupakan Father’s Day alias hari ayah. Biasanya anak akan merayakan seharian dengan ayahnya seperti memberikan hadiah dan juga dinner bersama. Acara ini aku lebih suka menyebutnya dengan Indonesian Day karena pasti makanan yang terhidang ala Indonesia. Sebut saja sebagai appetizer-nya (makanan pembuka) ada karedok, siomay, martabak telur, dan lumpia. Untuk main course-nya ada sate kambing, gulai daun singkong (tapi bahannya bukan daun singkong melainkan daun collar green), nugget ikan, dan mie ayam bakso. Sebagai dessert ada asinan sayur, pudding buah, es teler, dan ice cream.
Aku pun juga mengenalkan makanan itu ke mom. Aku salut karena dia juga mencoba hampir semua makanan kecuali sate kambing karena alasan kesehatan. Daging kambing tidak umum dimakan di USA. Saat mencoba karedok (aku bilangnya Indonesian salad with peanut sauce) mom bilang “It’s too spicy”. Aku hanya tertawa menyadari bahwa semangkuk besar karedok cabe-nya hanya 4 dan itu pun cabe rawit hijau. Saat aku tanya mom makanan apa yang menjadi favoritnya, dia menjawab “Lumpia”. Bahkan saat melihat lumpia terhidang di meja mom langsung mengenali itu adalah lumpia. Maklum aku cukup sering membuat lumpia terutama jika ada party, baik teman maupun keluarga selalu memintaku membuat lumpia.
Minggu terakhir tinggal bersama host family, hampir bisa dipastikan dinner bersama selalu menjadi momen spesial. Hari rabu (24 Juni 2009) mendapat undangan dinner dari tante Hera dan suaminya, om Alan. Tante Hera adalah orang Indonesia asli Jogja dan pindah ke USA saat high school dan sekarang bersuamikan om Alan, orang asli Amerika tetapi sangat fasih bicara bahasa Indonesia karena pernah tinggal selama 10 tahun di Jakarta. Om Alan ini masih sering berkunjung ke Indonesia, setidaknya setahun sekali karena dia juga masih punya perusahaan di Indonesia. Kenal tante Hera dari John yang merupakan volunteer di AFS dan kemudian tante Hera mengundang ku ke event yang dia pegang seperti Concert Jazz serta di acara culture night dalam rangka International Education Week di Principia College, Illinois-state. Yang lebih lucu lagi, meskipun yang asli orang Indonesia adalah tante Hera tetapi bahasa Indonesia om Alan jauh lebih bagus. Istilahnya bahasa Indonesia om Alan termasuk bahasa gaul percakapan sehari-hari sementara bahasa tante Hera cenderung kaku dan formal.
Tempat dinner kami adalah di restoran Emperor Palace di Chesterfield, Missouri. Hanya 20 menit dari O’Fallon. Yang mengesankan adalah restoran itu menawarkan bentuk buffet (kalau di Indonesia terkenal dengan nama All You Can Eat, alias ambil dan makan sepuasnya). Pemilik restaurant itu adalah orang Cina yang kenal baik dengan tante Hera karena berlatih Yoga di tempat yang sama. Buffet ini menawarkan makanan Asia. Ada stan Negara tersendiri. Dimulai paling ujung ada Jepang, Mongolia, Vietnam, dan China. Juga ada deretan dessert yang menggugah selera seperti cakes, ice cream, dan juga ada strawberry fondue yang merupakan sate strawberry dicelupkan ke air mancur coklat. Sungguh sangat lezat. Makanan yang membuatku tertarik adalah Mongolian BBQ. Jadi dalam satu mangkuk kita memilih bahan-bahan yang kita suka seperti sayuran, mie, daging, dan sea food. Bahkan kita juga memilih bumbunya juga. Ada lebih dari 20 jenis bumbu seperti fresh garlic, lemon, curry thai, oyster, sinchuan, bahkan juga ada sambal pedas. Si koki hanya tinggal memasak bahan-bahan beserta bumbu yang sudah kita pilih dalam mangkok. Memasaknya pun unik. Di masak di wajan bulat pipih yang sangat besar dan juga bersamaan dengan pesanan beberapa pengunjung lainnya. Memasaknya Cuma ditumis saja tanpa bahan tambahan. Tidak dibutuhkan waktu lama untuk menumis bahan-bahan itu. Karena dagingnya merupakan daging beku yang diiris sangat tipis sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk memasaknya. Sungguh di luar dugaan bahwa tante Hera kenal dan pernah berjumpa dengan Tanri Abeng (Mantan Menteri Negara Pemberdayaan BUMN Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Reformasi) [Mbak Dian, mohon dicek ulang itu masalah jabatan Tanri Abneg] saat Tanri Abeng mengikuti program AFS (American Field Service) sebagai exchange student, yang juga berstatus sama dengan statusku sekarang. Tante Hera bercerita bahwa dia sungguh tidak mengira jika Tanri Abeng ini yang dia temui di Amerika menjadi seorang Mentri di Indonesia kemudian harinya. Mungkin karena itulah baik tante Hera maupun om Alan menaruh ekspetasi yang cukup besar terhadap exchange student, khususnya yang dari Indonesia. Karena mereka beranggapan exchange student adalah pemimpin bangsa kelak karena mereka mempunyai kelebihan dalam better understanding terhadap dunia luar. Tiap tahun, tante Hera selalu bertanya kepada John mengenai exchange student dari Indonesia yang tinggal di daerah Missouri. Apakah benar kami selaku exchange students merupakan calon pemimpin bangsa kelak? Tidak ada yang tahu. Berakhirnya program AFS ini bukanlah akhir segalanya bagiku. Perasaan sedih memang ada untuk meninggalkan USA yang bagiku sudah merupakan seperti rumah tersendiri. Pulang kembali ke Indonesia bukan akhir dari segalanya, justru itu langkah awal untuk memulai lagi semuanya dengan baik berbekal pengalaman satu tahun yang tidak bisa dikatakan mudah. Seperti motto AFS, better learning better understanding, it’s not right it’s not wrong it’s just different. Terlebih aku juga mengharapkan program ini tidak berhenti sampai di sini saja. Semoga untuk selamanya program ini tetap ada dan memberikan scholarship bagi mereka yang berminat sungguh-sungguh dan mau belajar. Amin.

Tidak ada komentar: