Minggu, 28 Juni 2009

I’m Happy and should be happy with My Life

I’m Happy and should be happy with My Life
The first day of summer, farewell party with Indonesian families.

21 Juni lalu adalah the first day of summer sekaligus merupakan hari terpanjang. Bayangkan saja maghribnya sekitar pukul 8.50 pm. Panas yang menyengat juga begitu terasa. Pukul 8 pagi suhu menunjukkan kisaran 90 F (32 C). Missouri memang panas, terutama saat summer. Kelembapan cukup tinggi tetapi terasa kering dan tidak ada angin yang berhembus. Maklum, jauh dari laut dan terletak ditengah. Indonesia memang panas dan lembab, tetapi bentuk kepulauan memberikan keuntungan tersendiri yaitu angin yang berhembus masih bisa dirasakan. Saat tanggal 23 juni lalu, yang merupakan panas tertinggi, rekor panas mencapai 100 F (38 C). Di tengah kota di St. Louis panas mencapai 110 F (43 C). dikabarkan juga 3 orang meninggal dunia akibat udara panas yang tinggi itu. Meskipun aku orang Indonesia yang biasa di daerah panas, aku juga tidak tahan dengan panasnya Missouri. Panasnya lain, terasa kering dan mengakibatkan sesak nafas serta badan lemas. Keringat pun tidak bisa mengalir lancar. Untuk itu dianjurkan minum air sebanyak mungkin agar tidak dehidrasi. Aku lebih memilih di dalam rumah dari pada ke luar rumah. Pernah suatu hari suhu 94 F (34 C) dan terlalu banyak di luar ruangan karena pool party, kepala sudah terasa berat, seperti mau pingsan.
Hari pertama di musim panas ini merupakan suatu reminder bagiku bahwa dalam beberapa hari ke depan aku akan meninggalkan rumah di sini (O’Fallon, Missouri), host family, dan teman-teman. Karena 28 Juni adalah hari terakhir tinggal di rumah host family dan pukul 3 pm pada hari itu juga harus berpisah dengan host family untuk last orientation sebelum kembali ke Negara masing-masing.
Menyadari itu, pak Landung (orang dari Nganjuk yang sudah lama tinggal di Amerika dan aku sudah menceritakan tentang dia dulu) tanggal 21 Juni lalu mengadakan semacam farewell party untuk ku dengan mengundang beberapa keluarga Indonesia dan juga host family ku. Sayangnya hanya mom yang bisa hadir sementara Paige tidak bisa hadir dikarenakan dia punya acara dengan ayahnya. 21 Juni di USA merupakan Father’s Day alias hari ayah. Biasanya anak akan merayakan seharian dengan ayahnya seperti memberikan hadiah dan juga dinner bersama. Acara ini aku lebih suka menyebutnya dengan Indonesian Day karena pasti makanan yang terhidang ala Indonesia. Sebut saja sebagai appetizer-nya (makanan pembuka) ada karedok, siomay, martabak telur, dan lumpia. Untuk main course-nya ada sate kambing, gulai daun singkong (tapi bahannya bukan daun singkong melainkan daun collar green), nugget ikan, dan mie ayam bakso. Sebagai dessert ada asinan sayur, pudding buah, es teler, dan ice cream.
Aku pun juga mengenalkan makanan itu ke mom. Aku salut karena dia juga mencoba hampir semua makanan kecuali sate kambing karena alasan kesehatan. Daging kambing tidak umum dimakan di USA. Saat mencoba karedok (aku bilangnya Indonesian salad with peanut sauce) mom bilang “It’s too spicy”. Aku hanya tertawa menyadari bahwa semangkuk besar karedok cabe-nya hanya 4 dan itu pun cabe rawit hijau. Saat aku tanya mom makanan apa yang menjadi favoritnya, dia menjawab “Lumpia”. Bahkan saat melihat lumpia terhidang di meja mom langsung mengenali itu adalah lumpia. Maklum aku cukup sering membuat lumpia terutama jika ada party, baik teman maupun keluarga selalu memintaku membuat lumpia.
Minggu terakhir tinggal bersama host family, hampir bisa dipastikan dinner bersama selalu menjadi momen spesial. Hari rabu (24 Juni 2009) mendapat undangan dinner dari tante Hera dan suaminya, om Alan. Tante Hera adalah orang Indonesia asli Jogja dan pindah ke USA saat high school dan sekarang bersuamikan om Alan, orang asli Amerika tetapi sangat fasih bicara bahasa Indonesia karena pernah tinggal selama 10 tahun di Jakarta. Om Alan ini masih sering berkunjung ke Indonesia, setidaknya setahun sekali karena dia juga masih punya perusahaan di Indonesia. Kenal tante Hera dari John yang merupakan volunteer di AFS dan kemudian tante Hera mengundang ku ke event yang dia pegang seperti Concert Jazz serta di acara culture night dalam rangka International Education Week di Principia College, Illinois-state. Yang lebih lucu lagi, meskipun yang asli orang Indonesia adalah tante Hera tetapi bahasa Indonesia om Alan jauh lebih bagus. Istilahnya bahasa Indonesia om Alan termasuk bahasa gaul percakapan sehari-hari sementara bahasa tante Hera cenderung kaku dan formal.
Tempat dinner kami adalah di restoran Emperor Palace di Chesterfield, Missouri. Hanya 20 menit dari O’Fallon. Yang mengesankan adalah restoran itu menawarkan bentuk buffet (kalau di Indonesia terkenal dengan nama All You Can Eat, alias ambil dan makan sepuasnya). Pemilik restaurant itu adalah orang Cina yang kenal baik dengan tante Hera karena berlatih Yoga di tempat yang sama. Buffet ini menawarkan makanan Asia. Ada stan Negara tersendiri. Dimulai paling ujung ada Jepang, Mongolia, Vietnam, dan China. Juga ada deretan dessert yang menggugah selera seperti cakes, ice cream, dan juga ada strawberry fondue yang merupakan sate strawberry dicelupkan ke air mancur coklat. Sungguh sangat lezat. Makanan yang membuatku tertarik adalah Mongolian BBQ. Jadi dalam satu mangkuk kita memilih bahan-bahan yang kita suka seperti sayuran, mie, daging, dan sea food. Bahkan kita juga memilih bumbunya juga. Ada lebih dari 20 jenis bumbu seperti fresh garlic, lemon, curry thai, oyster, sinchuan, bahkan juga ada sambal pedas. Si koki hanya tinggal memasak bahan-bahan beserta bumbu yang sudah kita pilih dalam mangkok. Memasaknya pun unik. Di masak di wajan bulat pipih yang sangat besar dan juga bersamaan dengan pesanan beberapa pengunjung lainnya. Memasaknya Cuma ditumis saja tanpa bahan tambahan. Tidak dibutuhkan waktu lama untuk menumis bahan-bahan itu. Karena dagingnya merupakan daging beku yang diiris sangat tipis sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk memasaknya. Sungguh di luar dugaan bahwa tante Hera kenal dan pernah berjumpa dengan Tanri Abeng (Mantan Menteri Negara Pemberdayaan BUMN Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Reformasi) [Mbak Dian, mohon dicek ulang itu masalah jabatan Tanri Abneg] saat Tanri Abeng mengikuti program AFS (American Field Service) sebagai exchange student, yang juga berstatus sama dengan statusku sekarang. Tante Hera bercerita bahwa dia sungguh tidak mengira jika Tanri Abeng ini yang dia temui di Amerika menjadi seorang Mentri di Indonesia kemudian harinya. Mungkin karena itulah baik tante Hera maupun om Alan menaruh ekspetasi yang cukup besar terhadap exchange student, khususnya yang dari Indonesia. Karena mereka beranggapan exchange student adalah pemimpin bangsa kelak karena mereka mempunyai kelebihan dalam better understanding terhadap dunia luar. Tiap tahun, tante Hera selalu bertanya kepada John mengenai exchange student dari Indonesia yang tinggal di daerah Missouri. Apakah benar kami selaku exchange students merupakan calon pemimpin bangsa kelak? Tidak ada yang tahu. Berakhirnya program AFS ini bukanlah akhir segalanya bagiku. Perasaan sedih memang ada untuk meninggalkan USA yang bagiku sudah merupakan seperti rumah tersendiri. Pulang kembali ke Indonesia bukan akhir dari segalanya, justru itu langkah awal untuk memulai lagi semuanya dengan baik berbekal pengalaman satu tahun yang tidak bisa dikatakan mudah. Seperti motto AFS, better learning better understanding, it’s not right it’s not wrong it’s just different. Terlebih aku juga mengharapkan program ini tidak berhenti sampai di sini saja. Semoga untuk selamanya program ini tetap ada dan memberikan scholarship bagi mereka yang berminat sungguh-sungguh dan mau belajar. Amin.

Senin, 15 Juni 2009

I LOVE SCHOOL

Asyiknya sekolah di Amrik

Belum genap sebulan sekolah usai tetapi aku sudah merindukan sekolah. Sekolah usai tanggal 19 Mei lalu bertepatan dengan hari terakhir ujian akhir bagi senior. Bagiku sekolah disini bukan hanya sekedar untuk menuntut ilmu tetapi juga hiburan. Bertemu dengan teman-teman dan materi yang diajarkan menarik. Ruangan kelas yang cukup luas serta fasilitas yang sangat lengkap, guru yang selalu ada sebelum dan sesudah jam sekolah. Aku benar-benar merindukan saat-saat seperti itu. Sangat terkejut saat aku menanyakan berapa biaya sekolah di USA sini. Mereka menjawab kalau semenjak di taman kanak-kanak hingga high school mereka tidak membayar apa pun alias gratis. Lucu juga mengingat di Indonesia ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang tujuannya agar mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama gratis dari biaya SPP. Tapi di lain itu siswa harus membayar seragam yang jauh lebih mahal dibanding jika beli sendiri di luar, membeli beberapa buku paket dan juga wajib membeli BKS (Buku Kerja Siswa) yang harganya juga mahal. Lalu dimana fungsi dari BOS yang katanya bertujuan meringankan biaya sekolah sehingga setiap anak berkesempatan memperoleh pendidikan? Kalau sebenarnya biaya selain SPP itu yang sangat mahal? Untuk buku paket, saat aku sekolah dipinjami secara gratis dan dalam kondisi bagus. Bukunya hard cover dan full color. Yellow pages saja tidak sebanding dengan besarnya buku paket yang dipinjami sekolah. Saat aku membawa pulang buku itu karena ada tugas, membawa dua buku sekaligus seolah mengangkut sekarung beras seberat 5 kg. Maka dari itu di USA sini setiap sekolah pasti ada loker yang digunakan untuk menyimpan buku atau barang lainnya keperluan sekolah. Tidak bisa membayangkan jika tidak ada loker mesti membawa buku setebal itu setiap hari ke sekolah. Selain itu juga ada bis sekolah yang siap mengantar jemput mereka secara gratis. Hanya perlu sign up saja, tidak ada biaya tambahan lain. Sekolah di USA sini bisa gratis dengan fasilitas yang lengkap karena pajak. Tiap orang disini pasti membayar pajak. Produk di toko ataupun di supermarket juga dikenakan pajak. Jadi uang yang kita belanjakan disini dan pajak yang kita bayar, pajak itu salah satunya digunakan untuk kepentingan pendidikan sehingga tidak dikenakan biaya apapun. Cukup terkejut saat beberapa minggu lalu menerima milis dari Forum Lingkar Pena (FLP) Jepang [Forum untuk para penulis Lingkar Pena Indonesia yang berdomisili di Jepang ataupun returnee] membahas mengenai beberapa sekolah yang tidak lulus 100% dan itu merupakan sekolah rintisan internasional. Menyadari itu aku terkejut betapa banyak sekolah negri di Indonesia yang berlomba-lomba untuk mendapatkan titel sekolah internasional dengan pengantar bahasa Inggris, menggunakan ruangan khusus, fasilitas khusus dsb, tetapi juga dengan biaya khusus yang fantastis. Apakah itu benar salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sekolah dan pendidikan? Atau itu hanyalah cara diskriminasi antara yang pintar dan bodoh atau kaya dan miskin. Atau itu hanyalah iklan dari sekolah untuk menjaring peminat? Bukankah sekolah didirikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945? Tidak semua manusia dilahirkan sangat cerdas. Bukan berarti aku tidak setuju dengan klasifikasi kelas khusus untuk anak cerdas. Bukankah akan lebih sangat indah jika yang cerdas membantu yang kurang cerdas untuk memahami pelajaran? Bukankah hakikat hidup itu seperti itu? Untuk apa menjadi cerdas jika hanya untuk diri sendiri? Seperti halnya di USA sini ada kegiatan tutoring, dimana siswa yang kemampuannya di atas rata-rata terhadap suatu mata pelajaran membantu temannya yang kurang paham dan itu dilakukan di luar jam pelajaran. Di USA sini syarat kelulusan berbeda dengan Indonesia. Mirip anak kuliahan dimana harus memenuhi angka credit tertentu. Credit untuk tahun ini adalah 22 dan mulai tahun depan akan dinaikkan menjadi 24. Jika belum bisa memenuhi credit, maka dipastikan tidak bisa lulus bersamaan dengan teman-teman yang lain. Tahun ini di Fort Zumwalt West (FZW) ada 6 orang yang tidak lulus karena credit-nya belum terpenuhi. Sungguh unik system pendidikan di Indonesia, terutama mengenai UAN. Bukankah tujuan dilaksanakannya UAN untuk menjaring siswa mana yang siap melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi? Kalau tujuan dilaksanakannya UAN untuk meluluskan semua siswa, maka kenapa harus ada UAN? Gagal bukan berarti kalah dengan segalanya. Seperti yang aku alami saat ini, aku gagal lulus SMA bersama teman-temanku yang lain, dan dipastikan aku tidak lulus SMA tahun ini karena tidak mengikuti UAN dan menjalani exchange student. Walau sebagian teman menertawakan, justru itu memacuku untuk lebih giat belajar lagi. Waktu bukanlah patokan. Ada berapa banyak mahasiswa yang gagal dalam mata kuliah dan mereka harus mengulang? Ada berapa banyak mahasiswa yang tidak bisa wisuda tepat waktu? Bukankah itu seperti lelucon mengetahui sekolah yang tidak lulus 100% karena curang malah diberi kesempatan untuk mengulang ujian? Sementara ada yang benar-benar jujur dan kebetulan tidak lulus malah tidak dapat kesempatan untuk mengulang ujian. Kapankah kita mulai menghargai kejujuran? Aku masih sangat ingat betul saat guruku precalculus, Mrs. Malach memotong habis nilai tugas seorang teman karena dia ketahuan mengcopy pekerjaan itu dari teman lainnya dan juga teman yang memberi contekan. Guru di USA relatif teliti dalam mengoreksi pekerjaan murid-muridnya, sehingga siapa yang suka mencontek pekerjaan orang lain pasti akan terlihat. Sementara itu di kelas Anatomy and Physiology, Mrs. Klem jauh terkenal lebih kejam. Saat ujian semester ada yang ketahuan mencontek, langsung nilai siswa tersebut mendapat nol. Aku merasakan bahwa nilai disini bukanlah patokan utama, tetapi kejujuran yang menjadi poin utama. Disini juga tidak ada sistem remidi. Tetapi jika kita jujur dengan usaha kita sendiri, guru disinipun tidak keberatan untuk membantu. Pernah sepulang sekolah Mrs. Klem membantuku mempelajari anatomy jantung babi karena aku masih belum jelas, bahkan dia dengan suka rela melakukan dissection lagi agar aku lebih paham. Malu juga menyadari kita yang dengan bangganya menyanjungkan bahwa Indonesia Negara timur, terkenal dengan keramahan dan sopan santunnya juga berbudi luhur, tetapi dalam hal simpel, masalah kejujuran terutama dalam ujian saja tidak terbukti. Tidakkah kita malu menjudge Amerika misalnya sebagai Negara tidak bermoral. Bukan bermaksud memihak salah satu pihak, tetapi siapa yang sebenarnya tidak bermoral? Kenapa kita tidak berkaca pada diri sendiri terlebih dahulu?

Jumat, 05 Juni 2009

H-26

tidak ada rencana kemana-kemana karena acara renang bareng linn batal. sepertinya dia memang ogah untuk mengajariku. ya sudahlah, toh ada pembaca yang kelak akan mengajariku renang kan? secara gratis tentunya. untunglah paige mengajakku pergi bersama garry juga karena garry berniat mendapatkan tato di lengan kirinya.
cukup geli juga menyaksikan beberapa teman di sekolah menato tubuhnya karena mereka sudah 18. di USA sini usia 18 merupakan usia keramat. usia dimana dianggap dewasa karena usia segitu bisa memperoleh hak vote. samapi sekarang aku tetap nggak ngerti alasan kenapa garry menato lengan kirinya dengan gambar matahari merah menyala.
pukul 1 pm waktu missouri, kami pergi ke tempat yang dimaksud di T-Dogg, north county, Missouri. O'Fallon termasuk west county. jadi istilah county itu serupa dengan karesidenan-lah kalau di Indonesia. diperlukan waktu sekitar 50 menit untuk sampai di T-Dogg. dari luar ada tulisan bahwa anak dibawah usia 16 tahun dilarang masuk dan jika diperlukan harap menunjukkan identitas diri. segera ku lihat kartu identitas AFS ku yang tidak tertera tanggal lahir. hanya menelan ludah saja kalau tidak diijinkan masuk. saat memasuki pintu, musik heavy metal yang terdengar sudah membuatku nervous. pencahayaan yang memang dimodifikasi temaram menambah sangar suasana. belum lagi gambar tato-tato sepanjang tembok. serasa tidak punya tulang kaki terutama saat bertatapan dengan para pegawainya. namanya juga tempat bikin tato dan piercing (tindik) pegawainya juga penuh dengan tato dan piercing. piercing di hidung yang mengingatkanku akan sapi karena sapi saat kerja juga memakai suatu alat yang menembus melalui hidungnya. kan juga ada pepatah seperti kerbau dicocok hidungnya. belum lagi yang ditelinga, masya allah sampai berongga lebar dan dimasuki bundaran pipih mirip piring kecil. seperti berada di neraka dunia. apa kira-kira para setan itu seseram mereka penampakannya? seperti itukah perasaan uneasy saat di neraka? astagfirullahaladzim mungkin itu belum berarti apa-apa dibanding neraka sesungguhnya. menurutku T-Dogg itu jauh lebih menakutkan dibanding dengan kuburan. untuk mendapatkan tato atau piercing harus mengisi surat persetujuan dulu ternyata dan juga menunjukkan driving license (surat izin mengemudi). kalau dibawah 18 tahun dan ingin mendapatkan tato atau piercing maka mesti ada persetujuan dari orang tua. mau tahu berapa harga yang mesti dibayar untuk sebuah tato yang ukurannya lebih kecil dari telapak tanganku, $150. pikirku kenapa mereka gampang sekali membuang duit untuk tato seperti itu, aku nggak habis pikir. kebetulan mom juga anti sekali dengan tato, paige yang ngotot pingin punya tato mom jawab dengan lugas, "you are not mature enough to decide to get tattoo. if you are going to get tattoo, i'm not gonna pay for your college."
maaf ngelantur kau jelaskan proses pembuatan tato ini. setelah mereka menerima desainnya dari garry, dan garry mengisi formulir serta membayar harga tatonya, seorang laki-laki berambut pirang penuh dengan tato dan piercing mengcopy gambar itu pada selembar kertas karbon putih. lalu dengan semacam lotion, lengan garry dibersihkan dulu dan juga dicukur bulu-bulu rambutnya. setelah itu dibalurkan lotion berwarna kuning ke daerah lengan yang akan di tato kemudian copy design yang ada di karbon putih itu ditempelkan ke lengan itu jadinya gambar design-nya tertinggal di lengan garry. setelah itu garry diminta untuk melihat desaign yang tertempel di lengannya lewat kaca untuk memastikan apa garry menyukai posisi nya atau tidak. setelah garry menyatakan suka, maka operasi selanjutnya akan dimulai. dengan sebuah alat menyerupai pistol, dimasukkan jarum yang ukurannya lumayan gede. kemungkinan 10 kali lipat dari jarum suntik biasa. pewarna dituangkan ke dalam mangkuk plastik super mini. petugasnya memakai sarung tangan plastik berwarna hitam dan juga menaruh beberapa lotion yang mirip dengan lem di atas tangannya yang sudah terbungkus sarung tangan. mencelupkan jarum ke pewarna dan kemudian ke lotion itu diteruskan dengan ke area lengan yang sudah disketch. seperti suara bor di dokter gigi hanya saja lebih halus saat jarum itu bergesekkan dengan kulit garry. sekitar 40 menit untuk menyelesaikan tato itu dan mulailah tampak darah mengalir saat tato sudah selesai dibuat. petugas itu membalutkan tissue tebal dan mengisolasinya serta menjelaskan ke garry kalau itu harus ditutup selama sejam setelah itu baru dibuka dan dicuci dengan menggunakan air hangat beserta sabun. sepanjang perjalanan pulang tampak darah mengalir membanjiri lengan garry. dan paige yang kebagian mengusap darah itu agar darah tidak terus meleleh keluar. cukup ngeri juga melihatnya terbukti nafsu makanku hilang seketika. garry juga bercerita kalau rasanya sangatlah sakit. salut juga dia mampu bertahan. aku membayangkan diitusuk jarum suntik aja cukup sakit apalagi itu ukurannya 10 kali lipat dan ditusukkan berulang-ulang.
selanjutnya masih ada pesta di rumah garry karena orang tuanya belum di rumah juga. mengundang teman-temannya untuk datang dan sekedar kumpul-kumpul bahkan mengundang temannya untuk membawa minuman keras dan memperbolehkan minum disana. itulah kesalahan bodohku, kalau tau kumpul-kumpulnya bakal seperti itu aku lebih memilih untuk tinggal dirumah dan boring dari pada berkumpul di tengah-tengah orang mabuk. sungguh menjijikkan. meskipun garry nggak minum tapi mengundang bahkan memperbolehkan temannya untuk minum apakah itu tidak sama saja. walau aku tahu mereka bukan muslim dan tentu saja nggak ada larangan untuk meminumnya. sungguh aku sangat kecewa dengan malam itu. aku hanya diam dengan pandangan yang nanar menyaksikan kawan-kawanku dari sudut pandang lain yang entah mengapa aku begitu membencinya sekarang. aku merasa ini bukan tempatku bukan duniaku. airmata hampir mengalir saat graham lagi-lagi menggodaku dengan menari erotis tepat di muka ku memamerkan bokongnya dan menggeliat-geliat nggak karuan tepat dimuka aku duduk aku sudah berkata dengan tegas untuk stop. dia stop tapi tambah menjadi lagi. dengan bilang "oh let's make out tonight this is america. let's try it. i know you never make out before." sambil bibirnya mengeluarkan suara menggoda seperti orang mau nyium gitu. kesabaranku habis aku yang semula cuek dengan godaan mereka melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu tanpa senyum. nggak habis pikir apa dikira aku mainan atau bahan lelucon? bahkan garry dan paige tidak membelaku sama sekali. walaupn itu lelucon, tapi itu termasuk pelecehan. benar-benar sial. meski akhirnya graham minta maaf tapi tetap aja merasa jengkel.
saat di rumah saking jengkelnya status di YM aku tulis "drunk people suck. i hate them". sepupu ku yang tinggal di jakarta chat aku. tanya kenapa dsb dan dengan merasa jengkel aku ceritain itu. tapi responnya membuatku benar-benar berpikir lagi. "Jangankan Amerika, di Jakarta saja begitu" ibarat tersentak listrik yang membuatku ingin meledak. gila, tak ku sangka indonesia gawatnya sudah seperti itu. ya Allah. prihatin. karena apa bahkan sepupu ku sendiri yang usianya satu tahun dibawahku itu berkata seperti itu seolah menganggap itu bukan sesuatu yang mengejutkan. perkatannya seolah meledekku. akan seperti apa Indonesia 10 tahun ke depan? jangan kan sepuluh tahun, Indonesia yang sudah kutinggalkan selama setahun, akankah berganti wajah seperti apa saat aku kemabli kelak? akankah aku merasa asing di negeri sendiri akibat aku tidak lagi mengenali itu semua? aku sangat muntab sekarang (termasuk melihat teman-teman ku di SMA kota kecil padahal, maaf ingin rasanya menampar kalian semua) kenapa kalian para remaja yang bergaya hidup hedonisme (bergaya berlimpahkan kemewahan, aku dapatkan istilah itu dari mas ku) nggak pernah berpikir untuk apa hidup itu? apakah kalian akan muda terus selamnya? pernahkah mikir tentang masa depan? pernahkah mikir orang disekitarmu untuk makan besok saja bingung. pernahkah mikir anak-anak yang ngamen di jalanan itu kenapa? kalau alasan kalian karena mereka malas nggak mau susah cari uang sekarang aku balikkan kejadiannya ke kalian, maukah kalian menjadi mereka mengemis dijalanan? punya hati nggak sih kalian? cobalah berpikir semalam saja. renungkan apa yang terjadi di sekitarmu. apa makna dari hura-hura itu? demi gengsikah? makan tuh gengsi, benar-benar orang yang tidak berpendirian dan tidak punya arah. jujur aku merasa kasihan juga melihat kalian seperti itu. tapi apa? kalian justruu tidak mengasihani diri kalian sendiri.


any comment? kritik? komentar? marah? merasa terhina? maaf ini hanya sekedar tulisan. jika tidak berkenan silahkan hubungi aku. terima kasih

Selasa, 02 Juni 2009

H-27

sampai rumah sekitar jam setengah dua dini hari tadi
hampir tidak ada yang ku kerjakan pagi ini selain bangun tidur sangat terlambat sekitar jam 11 dan menyadari bahwa rumah sepi tidak ada orang. menghabiskan waktu dengan menonton Mr. Bean cartoon di youtube, lumayan. chat sebentar dengan dita menggosip (namanya juga manusia, cewek lagi), chat dengan papa membahas masalah kelulusan dsb beserta kepulanganku nanti yang katanya mereka akan hadir pada acara penutupan orientasi pada tanggal 7 juli nanti. sementara mas dan mama akan datang sebelumnya dan akan menyambutku di bandara sebelum aku digiring ke wisma handayani untuk orientasi lagi. yang dipikiranku cuma satu. aku harap saat mama dan mas menyambutku mereka membawakan nasi padang untukku (hahaha otak korslet yang dipikirkan nasi padang terus). ngobrol sedikit dengan mama yang aku dengar benar-benar sedang berdiet lemak dan kolesterol dengan tidak makan gorengan, bahkan tempe pun direbus. hanya papa yang masih makan gorengan. sementara aku setuju banget kalau mama diet kolesterol dengan tidak makan gorengan atau memasak menggunakan santan. aku sekarang lebih cermat dan hati-hati masalah makanan. no gorengan, no lemak. tinggal di hostfam sini yang kehidupannya nyaris sehat tidak makan gorengan sama sekali (kecuali saat aku bikin lumpia) membuatku berpikir. aku yang di indonesia sakit-sakitan terutama kalau kecapekan disini alhamdulillah tidak pernah sakit secara serius kecuali saat alergi spring yang lalu dan itu pun berlalu begitu saja tanpa aku obatin. mungkin itu ya salah satu penyebab mengapa kebanyakan orang di USA sini bisa hidup jauh lebih lama dibandingkan orang di indonesia. grandma ku disini yang berusia 80 tahun masih sangat sehat dan lincah. buktinya dia tinggal sendiri di apartemennya dan juga masih sering nyetir kemana-kemana sendiri.
lumayan tidak ada acara pergi khusus berlibur. karena apa mom ku kerja disini, hairdresser justru banjir job saat liburan. host sister dapat kerja juga sebagai instruktur renang dan anehnya dia tahu nggak bisa renang dan aku bilang ke mom kalau aku pingin bisa renang mom justru bingung mencarikan instruktur lain sementara aku bilang kenapa nggak si paige aja yang ngajarin aku renang? dia nggak ada respon tuh, ya udahlah. ternyata ada linn yang mau ngajarin renang tapi ya itu dia masih sibuk keluyuran sama taman-temannya. aku sih maklum sajalah. yah dinikmati. barangkali ada pembaca yang mau mengajari aku renang secara gratis?
jadi malam tanggal 1 juni diajakin paige ke snowbiz. nggak tahu kenapa snowbiz saat musim spring dan summer ini populer banget. kalian tahukah apa snowbiz itu? cuma es serut yang dikasih sirup bermacam-macam rasa sesuai permintaan kita. mirip es lukong jaman ku sd yang es serut dicetak di tutp gelas kemudian dikasih sirup. tapi bedanya sirup di snowbiz sirup sehat dan memang untuk dikonsumsi manusia. sementara sirup si es lukong itu perlu dites kebenarannya apakah layak dikonsumsi manusia atau tidak. bayangkan saja bahan si sirup adalah pemanis buatan (sari manis yang tidak terdaftar di depkes karena kandungannya berbahya bagi manusia dan juga anci (pewarna kertas yang juga sangat berbahaya bagi kesehatan). harga si snowbiz ini lumayan kalau di rupiahkan. 1 cup ukuran small seharga $1,5 atau (1,5x11.000=Rp. 16.500)
ternyata kita nggak jadi ke snowbiz karena si garry, pacarnya paige datang ke rumah lewat jam 9 malam, si snowbiz tutup jam 9.30 pm. jadi ya sudahlah akhirnya nongkrong di rumah garry mau nonton dvd juga katanya. tiba-tiba datang teman lainnya. nggak jadi nonton dvd tapi malah nongkrong di backyard sambil nyalain api untuk penghangat. cuaca lumayan cerah sedikit dingin tap berkat si api itu nggak terasa. orang tua garry lagi nggak ada. beberapa teman mulai deh merokok. tapi mereka ngrokoknya cigar (cerutu). aneh, itu termasuk mahal. kemudian datanglah rhys, sambil bawa soda dan peralatan aneh seperti selang besar bercabang dua corong bensin eceran. mirip setir sepeda. iseng tanya rhys itu apa dia menjelaskan namanya bong beer. orang menuangkan beer disitu kemudian ada keran di tengahnya dibuka maka beer akan mengucur dengan deras langsung deh diminum. aku sih kurang percaya dengan penjelasan rhys karena dia pernah membohongiku dengan menjelaskan democrat=evil. eh ternyata rhys tidak berbohong. dengan soda beberapa teman bahkan dia sendiri mencobanya. bukan rhys namanya kalau membiarkan aku duduk tenang. dia dan garry memaksaku untuk mencoba juga, ditambah joewy adik garry yang besoknya ujian semester masih bertahan sampai lewat tengah malam demi melihatku mencobanya. rhys membujukku bahwa aku hanya mencoba setengah kaleng soda saja. karena soda yang dibawa adalah mount dew aku menolaknya karena kafeinnya tinggi sekali. bisa dua hari tidak tidur setelah minum mount dew itu. rhys nggak juga menyerah ditawarkannya rootbeer dan ditunjukkan padaku kalau itu caffein free. maka mau tidak mau aku pun mencobanya. takut mereka curang aku sendiri yang menuangkan setengah kaleng rootbeer itu. dipikir-pikir aku seperti manusia gelonggong (a.k.a sapi gelonggong) sebelum menaruh selang besar di mulut aku menjulur-julurkan lidah sampai mereka kesal dan rhys berkata, "ines put your tongue in your mouth". aku sempat bilang wah setengah kaleng banyak amat ya sampai tinggi gitu. mereka bilang itu cuma sedikit ko hanya saja selangnya panjang jadi kelihatan banyak. setelah memasukkan selang ke mulut aku mengacungkan jempol ok, kyle membuka keran dan rootbeer mengalir deras. aku cuma merasa biasa saja maklum anak desa biasa ngglogok (meneguk) dar kendi. lah justru mereka yang bengong terheran-heran sambil tepuk tangan dan tertawa. eh sialan ternyata mereka main curang. di akir mereka bilang kalau itu nggak setengah kaleng rootbeer tp satu. garry diam-diam menambahkannya tanpa sepengetahuanku. sialan. tapi di akhir mereka malah berebutan memeluk, kagum katanya. karena perkiraan mereka baru sedetik saja aku pasti akan muntah. secara itu soda kan banyak gas nya apalagi kalau ngglogok. hehehe, kebiasaan bapakku yang selalu ngglogok coca-cola dari botolnya membuatku sering menirunya dan membuahkan hasil. si rhys bahkan ngomong, "i'm so impress. i even don't have any face in front of you". hahaha....rasain tuh pikirku. emang segitu gampangnya ngerjain orang indonesia. lain kali aku tantang makan cabe sampai kamu mencret baru tahu rasa pikirku sambil tersenyum sendiri. remaja dimanapun mereka berada memang sering melakukan hal aneh-aneh. apa kalian juga?

Senin, 01 Juni 2009

Hari terakhir di bulan mei

baru sampai rumah setelah orientasi tanggal 29-31 kemarin. melelahkan. 28 hari lagi sebelum meninggalkan missouri. Amerika itu biasa-biasa saja. jangan tanya yang aneh-aneh atau macam-macam yang liburan ke sinilah ke situlah. aku nggak kemana-kemana kecuali paling muter-muter daerah O'Fallon-St.Louis-St.Charles. udah gitu aja. kadang iri dengan exchange student lainnya yang punya kesempatan bisa ngelihat ke sana ke situ bisa jalan-jalan ke tempat ini itu. memang setiap orang punya keberuntungan sendiri-sendiri. siapa sih yang nggak pingin ke NY, disneyland, dsb yang benar-benar khas Amrik? aku juga pingin. tapi kan nggak semua keinginan kita bisa terwujud bukan? kita harus legawa menerima keadaan dan bersyukur, itu yang susah. susah banget. aku cuma merasa lebih cepat waktu pulang lebih baik karena aku nggak akan mampus karena bosan sementara setiap hari selalu mendengar si ini si itu ke sana kemari. host fam aku biasa saja. host sister seringan sibuk sendiri kesana kemari. kalaupun di rumah juga palingan ma pacarnya mulu. meskipun aku diajak keluar gimana pun aku tetap orang Indonesia. aku tau diri juga dong, nggak enak ngrecokin. aku juga nggak nyaman diantara orang berduaan yang pacaran yang selalu mengumbar ciuman, setahun di Amrik dan melihat hal itu setiap hari tidak membuatku menjadikan ciuman adalah hal wajar dan lumrah dan aku bisa maklum. tetap...aku gak bisa menerima itu semua, aku malu neglihat itu semua. host mom sebagai hairdresser sibuk selalu. kalau di rumah ya aktifitas ma anjingnya atau nggak telepon ria. untuk komunikasi memang ada tapi seringnya aku nggak mau ganggu privasi dia. karena aku tahu dia capek. soalnya ini yang lucu masaknya cuma waktu dinner aja dan itu cuma 3x seminggu (senin, rabu, minggu) karena pada hari itu dia nggak kerja. sempat kaget saat dia masak sampai 4x seminggu, gak biasanya. memang kebiasaan orang disini gitu semua serba praktis. masaknya sekali langsung banyak terus disimpan di kulkas buat dimakan selanjutnya. saat aku tahu di orientasi lagi-lagi aku menelan ludah kebanyakan mereka cerita kalau sering makan di rumah karena mom nya mesti masak tiap malam untuk dinner. kenapa dinner mesti masaknya? pagi paling cuma sarapannya yang cepet seperti sereal, waffle, pancake, itu pun siap saji. sementara siang buat lunch tinggal bikin sandwich. jadi makan utamanya tiap dinner aja.
hostfam lain sibuk vacation bersama exchange student nya sementara aku cuma stay di rumah, apa seperti itu mau aku? nggak aku juga pingin jalan-jalan. ingin juga ikut AFS trip, tapi mahal biayanya, $1200, aku nggak punya uang sebanyak itu dan jika aku punya aku akan gunain untuk hal yang lebih penting dibanding jalan-jalan. keadaanku disini seperti itulah dan kenapa orang tetap mengira kalau aku disini cuma have fun? nggak seperti itu dan why do you guys expect more from me?
aku cuma anak desa yang sederhana. beberapa hari yang lalu aku sempat mikir, do i ever ask a favor like teenagers do? bahkan seingatku aku nggak pernah ngerengek minta dibelikan baju ke orang tua kalau mereka nggak membelikan. prinsipku adalah jika tidak dikasih ya sudah syukuri saja yang aku miliki banyak orang lain yang jauh dibawahku dan aku mesti bersyukur.
Bersyukur, legawa, menerima keadaan. Itu sangat tidak mudah, susah. Kenapa manusia mesti protes terus ya? Aku nggak ngerti. Itukah sifat asli manusia? Maksud aku curhat saat orientasi betapa aku merasa bosan setelah sekolah selesai. Dan jawaban mereka pun sebenarnya aku tahu dan mereka nggak perlu ngasih tahu lagi, “You can call your friend to hang out with them, call your liaison to take you somewhere, do some volunteering work.” Hang out with my friend. It sounds interesting but do you know what I feel since I was a little. Teman itu apa? Serasa nggak punya teman dan aku punya dunia sendiri. Dunia khayalku yang aku bisa jadi apa pun yang aku mau. Meski temanku banyak aku nggak tahu. Hanya satu yang di kepalaku, mereka nggak ikhlas berteman denganku. Aku judes, galak, nggak bisa senyum, nggak bisa basa-basi, untung saja otak ku lumayan encer. Kalau otak ku nggak encer pasti aku nggak bakalan punya teman. Maka dari itu banyak yang bilang aku rajin belajar Cuma karena apa? Aku pingin tetep bisa pinter karena sebenarnya aku takut jika aku nggak pinter lagi aku nggak akan punya teman. Terbukti disini, di USA otakku lumayan encer juga terutama masalah pengetahuan umum, science dan matematika. Banyak teman yang datang buat ngobrol atau sekedar say hi. Tapi setelah sekolah selesai dan ujian selesai ya udah mereka tinggal berlalu begitu saja. Hilang tidak ada kabarnya. Karena apa aku selalu menegerjakan tugas yang seabrek bahkan aku selalu selesai dengan itu semua sebelum waktunya untuk dikumpulkan. Aku jauh lebih pintar dari mereka bahkna dari host sister yang sering ngopy tugas A&P ku dan dia dapat cumlaude? Aku nggak lagi protes gak dapat medali. Karena bersyukur bisa mengikuti graduation ceremony dan mendapat honorary diploma. Medali itu berarti besar buat aku. Aku merasa apa yang aku kerjakan apa yang aku peroleh tidak cukup dihargai. Aku tahu tujuan itu semua agar aku tidak sombong karena menurut orang tua ku sendiri aku ada bakat untuk sombong. Tapi aku juga pingin untuk sekali apa yang aku kerjakan murni atas usahaku bisa dihargai. Bisa mendapat scholarship ke amrik dibilang “Selamat ya tapi ingat jangan somobong hal berangkat ke luar negeri ini bukan apa-apa lagi. Lihat pakde mu juga dapat S3 dr England, orang tua mu juga dua-duanya pernah ke luar negeri dapat beasiswa lagi, kalau mau dibanggakan dibanggakan seperti apa? Tidakkah malu nantinya? Jadi bersikaplah biasa saja.” Bagus maksud tujuannya agar aku selalu rendah hati dan aku tahu itu. Tapi tahukah mereka kalau itu juga yang membuat aku menjadi flat dan tidak berperasaan?
Aku suka tinggal disini, aku suka hostfamku, aku suka teman-temanku. Aku Cuma merasa manusia biasa saja. Nothing special.bisakah mereka menyisakan waktu sedikit saja buatku? Aku di USA sini nggak selamnya dan aku sebentar lagi mau pergi, kemungkinan kembali ke USA sini kecil. Seperti yang kata orang gunakan kesempatanmu sebaik mungkin aku juga pingin mumpung di USA gimana gitu kemana kek. Dan wahai kakak chapter, masihkah kau expect berlebih dengan prejudice berlebihanmu bahwa aku disini sangat bahagia dan selalu mengatakan aku kurang bersyukur? Aku nggak negluh ini hanya curahan. Mungkin anda sendiri yang mempunyai sudut pandang beda akan makna bersyukur. Aku tidak tahu.
Hang out ma teman disini aku tidak terlalu suka, mereka hanya keluyuran ke sana kemari paling ujungnya nongkrong di rumah teman dan ngobrol topic yang aku nggak tahu. Sejak di Indonesia aku memang nggak nyambung jika ngomong dengan yang sebaya aku lebih nyaman ngobrol dengan yang lebih tua karena lebih nyambung. Teman-teman disini mengira aku sangat bodoh karena kemampuan bahasa ku lemah memakai jilbab lagi. So what? Itu pilihan aku. Jika mereka akan lebih open dan welcome jika aku nggak pakai, lupakan aja mendingan aku nggak hang out sama mereka. Meski pun pakai jilbab ni suruhan bu de ku sebenarnya (maaf aku bohong jika aku selalu bilang ini kehendak sendiri) karena sepupu ku protes ingin lepas jilbab gar-gara aku nggak paaki. Aku ga punya pilihan lain, aku saying banget ma pakde dan bude ku itu. Mereka sangat baik aku nggak mau ngecewain mereka, terpaksa aku pakai, tapi aku tipe orang yang cukup berkomitmen. Sekali komitmen pakai ya aku pakai nggak akan dilepas. Selain itu teman-teman disini suka banget ngomongin dibelakang menjelekkan satu sama lain. Aku nggak suka itu, begitu mirisnya mereka bilang jelek dibelakang padahal dia itu teman baiknya eh setelah itu pergi ke rumahnya dan bilang I love you juga terus bilang jelek lagi tentang itu orang. Aku nggak cocok temenan ma mereka…..apalagi untuk hang out kesannya kalau ma mereka aku kayak orang bego karena nggak ngomong apa-apa karena aku nggak suka. Aku nggak bakalan ngomong ke orang kalau aku nggak suka……. Telpon liaison…..apa aku punya liaison? Sudah nggak pernah kontak lagi dianya sibuk sendiri. Yang janji ini itu juga nggak ditepati. Dulu janjian ketemuan di rumah itu eh justru dia ny nggak datang. Aku juga pingin ngerjain volunteer. Transportasi kendalanya. O’Fallon tu daerah suburban nggak ada angkutan siapa yang bisa nganterin aku ke sana coba…..mom aku sibuk…sister sibuk sendiri kalau nggak kelayapan terus ma temannya kadang sampai nginep di rumah temannya. Dulu minta antar ke toko india sepulang sekolah yang Cuma 5 menit dari rumah aja bilang, “Please try to ask mom”. Teman disini semua model hura-hura, aku nggak bisa model gitu bersenang-senang seolah-olah muda n hidup selamnya. Sementara aku ingat lagi beberapa rumah tetangga dari gedek jebol lagi n nggak punya WC, duit Cuma buat makan. Mana bisa aku ngikutin hura-hura? Aku juga tahu kalau sister lbih suka ma exchange student lainnya dibanding aku karena mereka lebih bisa open dan enak diajak fun. Begini susahnya mempertahankan prinsip, semoga aku kuat sampai akhir.
Aku pingin bisa special di mata orang lain, tapi nggak pernah karena aku nggak special. Aku ke amrik bukan untukk jalan-jalan tetapi untuk belajar budaya amerika itu seperti apa (meskipun organisasi bilang sebagai misi perdamaian dunia, memperkenalkan budaya, memperbaiki citra islam di mata amerika dsb tetapi yang justru ku rasakan adalah sebenarnya amerika sendiri yang pelan-pelan memaksa kita belajar budayanya. Kita disini otomatis belajar budaya amerika tidak mungkin orang amerika yang belajar budaya kita).
Tulisan ini sebagai pelepas stress saja setelah lama sekali apa yang aku pendam aku rasakan sendiri tanpa ada yang tahu. Aku Cuma butuh seseorang yang diajak ngomong dan bisa ngerti serta kasih masukan berdasar usia ku sekarang. Aku sayang banget ma mas ku satu-satunya. Tapi apakah dia tahu dia nggak pernah punya waktu buatku? Pernahkah dia sms Tanya gimana kabarku. Dia kulliah psikologi tentu tahu banyak masalah kejiwaan, aku pingin curhat tapi apa dia peduli? Aku cinta dia apa dia tahu? Aku jeles aku protes sebenarnya. Setelah punya pacar apa seperti itu? Kalau pulang ke rumah palingan tidur, nonton tv. Pernahkah Tanya kabar ku gimana?
Aku sebenarnya nggak cuek, cuek tampak di luar untuk melindungi diri agar tidak tampak lemah. Aku penakut, aku cengeng juga sebenarnya. Nggak ada yang tahu kan? Image cewek kuat dan tegar terlalu melekat di pikiran. Aku pingin tidur sekarang. Tidur dan pergi ke dunia dimana aku bisa menjadi diriku. Bebas mengekspresikan perasaanku, bebas berteriak kegirangan saat aku senang, bebas menangis dengan keras seperti bayi saat aku sedih. Mungkin itulah alas an aku menyukai kura-kura. Kura-kura punya tempurung yang dimana dia bisa menyembunyikan badannya. Aku juga pingin seperti itu sesuatu yang bisa menyembunyikanku dari apa pun, sesuatu yang bisa memberiku rasa perlindungan. Mimpi cepatlah datang dan singgah di tidurku.

Rabu, 27 Mei 2009

PROM








Hundred bucks for one night

Bisa dikatakan kalau Prom adalah tradisi di high school. Prom adalah pesta dansa di akhir tahun pelajaran sekolah seperti yang sering kita saksikan di film American teenager. Umumnya Prom dikhususkan untuk senior (12 grade) saja. Tetapi di sekolahku, Fort Zumwalt West (FZW), Prom tidak hanya untuk senior tetapi juga junior (11 grade). Sebenarnya pesta dansa di high school tidak hanya Prom saja. Sekitar di awal tahun pelajaran, tanggal 20 September tahun lalu, ada Homecoming Dance, untuk menyambut datangnya musim gugur. Bedanya Homecoming tidak hanya untuk senior atau junior saja tetapi juga untuk freshmen (9 grade) dan sophomore (10 grade), hanya saja homecoming dibagi menjadi 2 hari yaitu untuk freshmen-sophomore dan junior-senior (perlu diingat bahwa high school di USA adalah 4 tahun). Juga ada Coronation Dance yang diadakan tanggal 13 Februari 2009 tepat sehari sebelum Valentine Day. Coronation Dance ini bersifat kasual jadi mereka tidak mengenakan dress atau tuxedo, sifatnya lebih santai. Sayangnya aku tidak mencicipi pengalaman Coronation karena waktu itu sedang menjalani short term exchange di Shelbyville.
Dari ketiga pesta dansa tersebut bisa dipastikan kalau Prom adalah yang paling “wah” dan dinanti. Masih teringat sekitar 6 bulan sebelum Prom teman cewek sudah pada ribut membicarakan masalah dress. Mereka sering sekali membuka website yang menyediakan dress untuk dijual secara online, hanya untuk memastikan dress seperti apa yang ingin mereka kenakan untuk acara Prom nanti. Bahkan juga sudah ada yang mulai diet untuk mendapatkan berat badan ideal saat Prom nanti. Mendekati Prom, semakin gencar persiapan yang mereka lakukan. Cewek, khususnya mereka semakin sering untuk pergi tanning (menggelapkan warna kulit tubuh dengan menggunakan lampu khusus). Akan aku jelaskan bagaimana tanning itu dulu. Jadi kita tidur telentang di dalam kotak mirip peti yang ada tutupnya. Baik dasar maupun penutup itu terbuat dari lapisan seperti kaca yang ternyata didalamnya ada banyak lampu. Yang tanning berbaring disitu selama beberapa menit, lebih kurang 20 menit. Dunia memang aneh. Orang Indonesia yang berkulit kecoklatan ingin memperoleh warna kulit putih ibarat orang bule. Bermacam-macam produk pemutih ditawarkan dan itu sangat laris manis dipasaran. Bahkan ada juga yang samapi pergi ke dokter kulit untuk memperoleh kulit putih. Sementara orang sini yang rata-rata mempunyai kulit putih bersih ingin mempunyai kulit berwarna kecoklatan. Sempat iseng aku bertanya ke Paige (host sister) selepas dia pulang tanning kenapa dia sering sekali pergi tanning, dia menjawab ingin mendapatkan warna kulit kecoklatan karena warna kulitnya terlalu putih. Bahkan dia bilang, “If I can choose the skin color, I wanna have skin color like you Ines. Your skin is not white or black, it’s perfect. I’m jealous with you.” Saat aku ceritakan ke Paige bahwa teman-temanku di Indonesia mereka yang berkulit kecoklatan ingin memiliki kulit putih seperti Paige, dia hanya menatapku tidak percaya. Karena baginya kulit kecoklatan adalah kulit yang sempurna. Itu bukan hanya pendapat Paige saja tetapi juga Linn, teman exchange student dari Norwegia yang berpostur tinggi, kulit putih, rambut pirang, dan bola mata berwarna biru. Figurnya sangat mirip dengan boneka Barbie. Saat aku melihat kulitnya bertambah gelap sebelum Prom dia mengatakan kalau dia pergi tanning hampir tiap hari selama sebulan untuk mendapatkan warna kulitnya. “I don’t wanna to be white. I look like a ghost and so pale. I wanna have color on my skin.” Harga untuk sekali tanning sekitar $15. Jadi teman-teman di Indonesia, terutama para cewek hargailah diri kalian masing-masing. Tidak usah terpengaruh produk pemutih karena orang disini yang kulitnya sudah putih sejak lahir begitu iri dengan kulit kecoklatan yang kita miliki.


Fakta yang cukup mengejutkan adalah bahwa remaja di USA dan para orang tua dengan begitu gampangnya membelanjakan ratusan dolar hanya untuk semalam. Aku sempat menuliskan opini ku di Solitaire (Newspaper di Fort Zumwalt West High School) mengenai kenapa mereka mengeluarkan begitu banyak uang hanya untuk prom. Tulisanku itu bahkan mendapat apresiasi dari guru ku di Newspaper Mrs. Marquez bahwa itu adalah tulisan opini terbaik sepanjang tahun ini. (intermeso, yang masalah penulisan Solitaire nggak usah dimasukin ke media)
Harga yang dibayar untuk prom yang hanya semalam tidak murah. Untuk gaun rata-rata diperlukan $200. Lebih gilanya, ada beberapa gaun yang harganya mencapai $400. Harga yang relatif sama juga untuk tuxedo (pakaian formal pria yang terdiri dari celana dan jas). Pengeluaran tidak cukup sampai disitu saja. Bagi para remaja wanita, mereka juga butuh menata rambutnya sehingga tampilan mereka tidak jauh dari para selebritis Hollywood yang berjalan di atas red carpet. Setidaknya diperlukan $80 untuk menata rambut. Kalau untuk make up, mereka biasa memakai make up sendiri. Jika pergi ke Prom membawa teman date (kencan), mereka harus menyiapkan bunga. Umumnya yang pria membelikan untuk pasangan wanita date-nya, begitu pula sebaliknya. Bunga itu untuk menunjukkan bahwa mereka pergi prom dengan pasangan date-nya. Yang wanita memakai bunga itu sebagai gelang (seperti gelang dari karet elastic yang berhiaskan bunga segar), sedang pria hanya menempelkan bunga itu di sebelah kanan atau kiri dadanya. Selain itu juga ada tambahan biaya untuk dinner, tiket prom, bahkan juga limo.
Berikut aku ceritakan tentang pengalamanku prom tanggal 25 april lalu. Salah satu kesulitan untukku adalah menemukan dress untuk prom. Maklum hampir semua dress tidak memenuhi syarat untuk aku pakai (buka-bukaan). Acara prom termasuk formal jadi diwajibkan memakai dress. Dengan perjuangan keras mom akhirnya dress didapatkan juga. Prom ini diselenggarakan di St. Charles Convention Center (SCCC), oleh karena itu harga tiketnya tidak murah, $60. Selain itu juga karena aku pergi rombongan dengan teman-teman lainnya dan kami memutuskan untuk mengendarai limo. Ada 14 orang dalam rombongan itu dan masing-masing membayar $60. Limo itu disewa mulai pukul 6 pm sampai tepat pukul 12 malam. Acara prom dimulai pukul 7pm-11pm tetapi kami sudah harus bersiap di salah satu rumah temanku, Caitlyn jam 5pm. Sempat berfoto-foto sebentar sebelum akhirnya limo datang dan membawa kami ke front river di St. Charles untuk berfoto-foto lagi. Tiba di (SCCC), sebelum masuk diwajibkan check in, dan juga ada meja panjang yang memajang beberapa foto kandidat King and Queen Prom. Di depan masing-masing foto itu ada toples kaca. Jadi untuk mem-vote siapa yang akan menjadi King and Queen, pemilih hanya tinggal memasukkan kelereng ke toples kaca itu dan tentu saja sebelum mendapatkan kelereng itu mereka mesti melaporkan diri dulu kepada petugas yang bertugas. Masuk ke ruangan, suara dentaman music mulai terdengar ditamah dengan lampu temaram. Bisa dikatakan bagian tengah ruangan itu mirip dengan tempat untuk disko dilengkapi lampu gemerlap dan DJ (disc jockey, orang yang bertugas mengatur music untuk dansa). Sementara di bagian tepi ada banyak meja dengan kursi beserta makanan dan minuman. Ruangan yang sebenarnya cukup luas itu terasa kecil akibat banyaknya orang. Ada juga yang sudah mulai asyik berdansa, ada juag yang tampak asyik menikmati makanan (terutama aku). Tepat pukul 9 malam diumumkan siapa yang menjadi King and Queen. Seperti layaknya di film-film, King and Queen terpilih berdansa di lantai dansa beberapa saat kemudian yang lain pun menyusul ikut berdansa. Dan seperti itulah acara berlangsung hingga jam 11 malam. Acara selesai, masih mempunyai waktu satu jam sebelum sewa limo habis dan akhirnya kami pun berkeliling kota mengendarai limo. Oh ya aku lupa menceritakan limo yang ku naiki seperti apa. Kebetulan limo yang ku naiki berwarna putih. Baru kali itu aku melihat limo secara langsung. Sangat panjang rupanya. Saat masuk limo, kursi untuk penumpang berbentuk menyerupai huruf U. dibelakang kemudi sopir menghadap belakang, di sisi sebelah kiri limo menghadap ke kanan dan yang terakhi di belakang limo menghadap ke depan. Juga dilengkapi dengan meja bar yang bersusun gelas-gelas dan perlengkapan lainnya. Ruang kemudi danpenumpang seperti ada sekat. Dilengkapi dengan CD player dan juga layar kecil (menurutku itu tv yang bisa digunakan untuk menonton film) membuat suasana menjadi nyaman. Menaiki kendaraan mewah memang beda rasanya. Jalannya sangatlah halus, sama sekali tidak terasa bahwa aku sedang mengendarai sebah mobil. Sangat indah saat malam hari. Karena ada banyak lampu di dalam limo yang seolah-oleh ibarat bintang berkelip. Lucunya ada beberapa kendaraan yang mendekat hanya untuk mengambil gambar limo itu. Sewa limo selesai, dan selanjutnya dengan mengendarai kendaraan masing-masing kami pergi makan (lagi) ke IHOP (International House of Pancake) saat dini hari. Setelah mengisi perut, kami pergi ke rumah Brittni untuk sleepover (bermalam di rumah seseorang dan begadang. Biasanya mengobrolkan masalah cewek, nonton dvd dll). Menurut pendapatku tidak ada yang special dari acara prom ini toh itu hanyalah pesta dansa. Aku begitu menyayangkan kenapa demi acara seperti itu dengan begitu begitu mudahnya menghambur-hamburkan uang begitu banyaknya. Apa karena aku yang dilahirkan dan besar di pedesaan? Aku tahu beberapa kota besar seperti Surabaya misalnya mulai mengadakan pesta dansa untuk kelulusan. Aku hanya menyayangkan hal seperti itu. Menghamburkan kemewahan sementara yang lainnya di sudut lain mesti bekerja keras hanya untuk bertahan hidup. Sungguh tragis.

Selasa, 03 Maret 2009

Do you believe in God?

kepercayaan untuk memeluk agama memang mutlak kebebasan setiap orang. memang benar jika USA mendapat julukan negara bebas seperti dalam national anthem yang selalu dinyanyikan setiap hari jum'at di sekolah "Oh the land of the free..."
salah satu hal yang masih sering mengejutkanku adalah jika ada seseorang yang mengatakan "i don't believe with God". kata-kata itu pertama kali aku dengar dari seorang teman ku di Senior Facs, Ashley namanya. dan baru kali itu aku tahu bahwa memiliki kepercayaan (agama) bukan merupakan suatu keharusan disini tetapi adalah merupakan suatu pilihan. kembali teringat perkataan Renan, exchange student dari Brazil. aku sangat takjub saat mengetahui dia tahu banyak tentang Islam mulai dari sholat, wudhu, makanan. dia sempat heran saat tahu aku makan daging disini karena masalah kehalalan. ternyata dia punya teman dekat muslim di Brasil maka dia tahu banyak. dengan sedikit kesulitan aku menjelaskan bahwa aku menghindari makanan yang jelas2 haram seperti babi. yang membuatku terlongok kaget adalah saat mengetahui dia agnostic (hanya percaya bahwa Tuhan itu ada tetapi tidak menganut suatu agama apapun). dia bilang lebih lanjut bahwa dia dalam masa pencarian agama (aku mengamini dalam hati bahwa semoga kelak islam lah yang ada di jiwanya). weekend lalu sempat diajak jalan judith nonton film-nya jonas Brother (Jonas Brother adalah band yang saat ini sedang heboh). ada isil dari turki juga yang diajak nonton. turki dalam bayanganku identik dengan islam terutama akan kerajaan turki ottoman. aku menganggap bahwa itu adalah salah satu negara islam. bahkan mas ku dulu sekali pernah bilang saat aku mendaftar pertukaran pelajar ada nggak negara tujuan turki karena selain sekolahnya bagus itu juga negara islam. disini aku berusaha untuk menghindari pertanyaan pribadi seperti agama misalnya karena itu privasi sekali. aku terkejut saat dulu di rumah diane isil (dari turki) itu makan bacon. aku hanya mengira dia christian. terkejut saat di mobil menuju ke movie theatre saat judith menanyakan apakah dia pergi ke gereja bersama hostfam nya dia menjawab tidak dan dengan santainya dia bilang, "i'm atheis. i don't believe in God". meski saat winter orientasi lalu dia sudah pernah cerita bahwa dia tidak beragama aku masih saja terkejut mendengar pengakuannya. teringat saat awal kedatangan di USA, orientasi di Washington D.C. seorang cowok dari turki menjelaskan dalam diskusi bahwa "turki is not moslem nation". akhirnya perkataan itu jelas artinya saat isil menjelaskan dengan lebih gamblang kalau banyak sekali orang di turki yang atheis. hanya saja sekarang yang duduk di pemerintahan kebanyakan dari partai islam. oh ya pertanyaanku tentang si Ecem (teman sekamar dari turki) dan dia mengaku kalau dia islam tetapi tidak tahu sholat itu apa semakin meyakinkanku kalau turki itu negara islam adalah salah. saat aku iseng tanya kenapa dia tidak percaya tuhan kata-katanya semakin membuatku untuk merenung. "because i born in the family who isn't believe in God. if i were born in religious family for example, probably i'll be religious too" (karena aku dilahirkan di keluarga yang tidak percaya akan adanya tuhan. jika aku dilahirkan di keluarga yang taat beragama, bukan tidak mmungkin aku juga menjadi seseorang yang taat beragama juga). bukan berarti aku sependapat dengan apa yang dipercayai isil. tapi apa yang dia omongkan ada benarnya juga. seberapa sih dari kita yang beragama karena orang tuanya? lihat pada diri kita masing2. apakah kita sreg dengan agama yang sekarang kita anut? apakah bagimu agama sekedar tempelan? karena setahuku beragama merupakan requirement di indonesia atau paling tidak bisa buat penghias KTP. lihat jauh di lubuk hati kita. benarkah walau kita beragama sekarang tetapi yakinkah jika dalam hati kita yakin bahwa tuhan itu ada? janganlah jadi munafik. berapa banyak orang dari kita di indonesia yang mengaku muslim (negara dengan penduduk islam terbesar di dunia) yang mendirikan sholat, puasa, dan mengerjkan kebajikan lainnya? berapa banyak yang mengaku christian tetapi untuk ke gereja yang hanya seminggu sekali saja sering absen? bukan berarti aku membenarkan atheis, tetapi lihatlah kemunafikan pada diri kita. apa artinya jika kita mengaku muslim tapi solat aja nggak? suka minum-minuman? untuk christian tidak pernah ke gereja dan juga agama lainnya tidak melaksanakan apa yang seharusnya mereka laksanakan sesuai kitab suci masing2? tidak malukah? kenapa tidak mendeklarasikan diri sebagai atheis? toh kita munafik kan. mengaku beragama tetapi tidak menjalankannya. setidaknya ada salah satu sisi positif dari seorang atheis yaitu mereka tidak munafik. sekali lagi bukan berati aku atheis dan setuju dengan atheis, tidak, sama sekali aku tidak setuju. menanggapi perkataan isil yang dia menjadi atheis karena keluarganya aku terus berpikir. dia kan punya otak, sudah lumayan besar dan bisa mikir. yang aku tidak habis pikir adalah bagaimana mungkin dia tidak percaya akan adanya tuhan. bagaimana dia bisa menjelaskan adanya dunia ini? kehidupan? kematian? ilmu science pun tidak mampu menungkap itu semua. ain't a perfect person too. terkadang solat bolong juga (sitkon tidak memungkinkan). kalau pas di indonesia sih solat bolong karena m-a-l-a-s. tetapi disini aku sadar, jauh dari semuanya disaat tidak ada yang aku gantungkan, hanya kepada-Nya lah kita berpaling. kita yang butuh, agama bukan merupakan suatu titel lagi bagiku, tetapi jiwa juga. meskipun seringnya aku ke gereja atau ikut perkumpulan grup gereja tidak membuatku luntur akan kepercayaan yang aku kenal sejak lahir saat bapakku mengumandangkan adzan di telingaku. aku sempat iri dan takjub dengan Paige, karena menjadi christian adalah pilihannya dan dia benar-benar konsisten akan itu semua. sementara aku? tidak ada kata terlamabat untuk menuju ke arah yang lebih baik. di usia ku yang sekarang ini, baru aku merasakan aku bebas memeluk agamaku ini, islam. karena sebelumnya meski aku juga sholat, puasa, hatiku belum benar-benar terpatri akan islam melainkan karena keluarga besarku hampir semuanya muslim, istilahnya "warisan islam". semua pilihan kembali ke kita. akan tetapi tidak malukah kita menjadi seorang yang munafik?

Minggu, 01 Maret 2009

SEMINGGU DI SHELBYVILLE (USA ada desanya juga loh)

Seperti yang sudah ku ceritakan sebelumnya bahwa mulai tanggal 7-14 Februari, aku akan tinggal “sementara” di kota kecil, Shelbyville. Masih teringat percakapan dengan dr. Teguh Prartono sebelum aku berangkat ke Amerika dan beliau mengatakan bahwa biasanya para exchange students ke Amerika akan ditempatkan di daerah pedesaan. Saat itu aku berpikir seperti apa ya daerah pedesaan di Amerika? Kebetulan waktu itu aku belum tahu kemana kota tujuanku setelah tiba di Amerika. Jadi aku belum bisa menjawab pertanyaan beliau kemana aku akan pergi. Setelah tiba di Missouri, barulah aku tahu bahwa aku akan tinggal dengan host family di O’Fallon. O’Fallon bagiku bukan merupakan “kota besar”. Meskipun orang di Missouri mengatakan bahwa O’Fallon cukup besar. Karena dasarnya adalah O’Fallon merupakan kota berkembang dengan perkembangan yang sangat fantastis selama 10 tahun terakhir, tentu saja kalah besar dengan “hingar-bingarnya” St. Louis (metropolitannya Missouri). Barulah aku mengangguk setuju bahwa O’Fallon kota cukup besar saat aku hijrah sementara ke Shelbyville. AFS Gateway Missouri (AFS G-Mo) punya tradisi khusus tiap tahun yaitu Short Term Exchange (STE) dimana exchange students yang mendapatkan penempatan di kota kecil mendapat kesempatan untuk merasakan tinggal di kota besar selama seminggu dan sebaliknya. Shelbyville terletak sekitar 115 miles (185 km) atau sekitar 3 jam perjalanan dengan mengendarai mobil. Jarak yang cukup panjang dapat ditempuh dengan waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan di Indonesia karena umumnya jalanan antar kota adalah highway (mirip dengan jalan tol di Indonesia tetapi kita tidak perlu membayar). Jadi tidak ada kemacetan dan kendaraan bisa meluncur dengan lancar karena ada empat jalur. Tempat kami bertemu adalah di kota Bowling Green karena kota itu terletak di tengah-tengah antara O’Fallon dan Shelbyville. Begini ceritanya kenapa aku bertemu dengan keluarga angkat Shelbyville di Bowling Green. Hostfam di O’Fallon mengantarku sampai di Bowling Green dan Hostfam di Shelbyville menjemputku di Bowling Green. Begitulah mekanismenya sehingga aku bisa sampai di Shelbyville. Saat aku memasuki kota Bowling Green, aku sudah cukup terkejut menyadari betapa kecilnya kota itu. Waktu itu sekitar pukul 6 pm (18.00) tetapi seolah pada jam itu penduduk lenyap. Seperti kota mati yang sepi. Sempat kebingungan untuk mencari tempat dimana Bankhead berada dan kami tidak menemukan orang untuk sekedar menanyakan dimana letak Bankhead. Bankhead adalah nama chocolate factory. Sekedar informasi bahwa Bankhead adalah chocolate factory terbaik di Missouri. Akhirnya aku bertemu dengan keluarga angkatku selama di Shelbyville. Dari balik jeep, keluarlah sosok wanita muda yang ku perkirakan usianya dibawah 40 tahun datang menyambutku. Teresa namanya. Oh ya aku akan tinggal bersama keluarga Keller selama di Shelbyville. Teresa adalah seorang petugas kesehatan di klinik kecil di Shelbyville sementara suaminya, Paul adalah pensiunan militer Amerika. Mereka pernah tinggal di Inggris selama 3 tahun dan terus berpindah tempat selama di Amerika berhubungan dengan pekerjaan Paul. Mereka punya dua anak perempuan, Amy Keller (17 tahun) dan Hannah Keller (12 tahun). Dari Bowling Green untuk menuju ke Shellbyville dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Maka Teresa memutuskan untuk istirahat sekaligus makan malam di kota Hannibal. Hannibal adalah kota tempat Mark Twain dilahirkan. Siapakah Mark Twain? Dia adalah salah seorang penulis terkenal. Dibandingkan dengan Bowling Green, Hannibal tampak lebih hidup dan jauh lebih besar. Indikasinya kota itu layak disebut kota besar atau tidak kalau menurutku sih gampang saja. Jika kota itu banyak orang dan banyak resto fast food maka bisa dikatakan kalau itu kota besar (menurut definisi ku). Kami pun singgah sejenak di Burger King (salah satu fast food yang cukup digemari di USA). Aku melihat seperti ada pesta ulang tahun di dalam karena begitu banyak orang. Saat aku melangkah masuk, tampak semua mata tertuju ke arahku. Tidak terkecuali juga pelayan di Burger King yang bertugas menerima order dari pembeli tampak menatapku heran. Akhirnya baru aku menyadari apa yang membuat mereka menatapku sedemikian herannya. Ya aku menyadari masalah jilbabku (mungkin itu aneh dimata mereka dan kemungkinan mereka berpikir kalau aku tidak mempunyai rambut maka dari itu aku menutup kepalaku). Mereka memang tidak berkomentar apa-apa. Tetapi dari cara mereka memandang tentulah kita bisa memahami arti pandangan mereka. Jujur saat aku sedang jalan di area O’Fallon atau St. Louis (kota besar umumnya), orang-orangnya cenderung cuek. Tidak ada yang memperhatikan satu sama lain. Aku sih hanya tersenyum saja menyadari itu semua. Sedikit banyak pengalamanku di Hannibal itu menyiratkan tanya dalam benak. Mungkinkah di Shelbyville nanti aku adalah muslim pertama yang menginjakkan kaki disana? Untuk mengetahui jawabannya, ikuti terus kisahku seminggu di Shelbyville.


-------------------------------------------------------------------------------------


Bisa dipastikan jika setiap orang Indonesia ditanya tentang USA, gemerlap kotanyalah yang akan terbayang. Tetapi tahukah jika di Amerika pun ada daerah country alias pedesaan? Hanya selisih 3 jam perjalanan dengan mobil antara O’Fallon dan Shelbyville tetapi benar-benar berbeda 180 derajat. Perjalanan dari Hannibal ke Shelbyville masih sekitar 1 jam tapi sudah mulai kurasakan perbedaannya. Sepanjang perjalanan yang ku lalui sangatlah sepi. Hanya ada satu dua truk yang melintas. Aku tidak melihat adanya bangunan. Aku masih bisa maklum karena kami melintasi highway. Highway itu seperti jalan tol kalau di Indonesia tetapi kita tidak perlu membayar untuk melewatinya. Hingga akhirnya Teresa keluar dari highway dan berkata, “Welcome to the Shelbyville.” Sedikit terkejut karena hanya gelap yang dapat ku lihat (maklum malam hari) ditambah tidak ada kendaraan lain yang melintas (perkiraan waktu sekitar jam 8 malam) dan jalan yang ada hanya dua jalur (bukan 4 jalur seperti yang biasa ku ketahui). Jalan sangat begitu lengang ditambah dengan tidak ada kendaraan lain yang melintas atau pun bangunan yang dapat ku lihat. Hanya hamparan lahan yang luas yang dapat terlihat. Aku perkirakan itu adalah area persawahan. Lebih lanjut Teresa menjelaskan kalau di Shelbyville hanya ada satu gas station (pom bensin), satu grocery store (mini market, yang ukurannya jauh lebih kecil dari indomart), dan satu restaurant family. Jadi paling tidak Teresa harus pergi ke kota besar terdekat seperti Hannibal atau pun Quincy (letak Quincy di state Illinois) jika ingin membeli kebutuhan lainnya. Keterkejutanku belum berhenti sampai disitu. Saat berbelok menuju jalan masuk ke rumah, jalanannya belum beraspal. Pantas saja mobil Teresa tampak kotor dan berdebu sehingga membuat celanaku belepotan lumpur. Mulai dari jalan masuk sampai ke rumah Teresa hanya ada 3 rumah. Benar-benar in the middle of nowhere. Nyaris tidak ada apa-apa. Bahkan tetangga pun tidak ada. Tampak sebuah rumah yang cukup besar dengan pelataran lahan yang sangat luas dan pagar besi untuk memagari anjing dengan 2 anjing besar di dalamnya. Rumah tampak sepi karena Paul, suami Teresa masih ada di Texas selepas kematian Ayahnya pada tanggal 17 Januari lalu. Malam itu aku hanya sempat bertemu dengan Hannah, putri bungsu Teresa yang berusia 12 tahun. Sementara Amy, putri sulung Teresa yang berusia 17 tahun sedang mengikuti pertandingan basket karena dia adalah manager tim basket di sekolahnya, North Shelby. Rumah Teresa cukup besar. Jauh lebih besar dengan rumah mom yang di O’Fallon yang berdempetan dengan rumah lainnya (seperti perumahan di Indonesia hanya saja tidak terlalu rapat berdempetan). Keesokan paginya aku dapat bertemu dengan Amy dan aku juga berkesempatan untuk sekedar jalan-jalan sekeliling rumah bersama Teresa dan tentu saja ditemani dengan dua anjing yang besar itu. Aku merasa berada di hutan rimba. Walaupun musim dingin yang mengakibatkan tumbuhan dan pohon-pohon seolah mati, tapi aku bisa membayangkan betapa lebat dan hijaunya tempat ini saat musim panas. Disekitar rumah itu banyak sekali pohon-pohon besar yang gundul, mirip dengan hutan juga ada sungai kecil yang mengalir. Jika melangkah lebih jauh lagi mulai tampak area persawahan dengan traktor yang sangat besar. Juga ada kolam buatan yang cukup besar. Tempat ini sangat cantik bila summer tiba. Kalau saat musim dingin sih, pemandangannya jelek sekali. Tumbuhan seolah-olah mati dan menjadi coklat. Menurut Teresa, sering beberapa rusa muncul berkeliaran dan rusa-rusa itu memang rusa liar. Rusa itu bisa diburu hanya dalam waktu tertentu. Siang itu untuk lunch Teresa memesan pizza. Tidak ada delivery service (layanan pesan antar). Sehingga kami harus mengambil pizza itu ke sana. Membutuhkan waktu 20 menit untuk mencapai semacam kafe yang cukup besar dengan pengunjung yang ramai itu. Amy bercerita tentang sekolahnya di North Shelby. Mulai dari kindergarten (taman kanak-kanak) hingga high school (setaraf sekolah menengah atas) terletak di bangunan yang sama. Hal yang membuatku terbengong-bengong adalah total jumlah murid yang hanya sekitar 200-an. Jadi hanya ada sekitar 30-an siswa stiap tingkatnya. Klasifikasi di sekolah ini lebih unik lagi. Tidak ada yang namanya middle school dalam tingkatannya. Hanya ada kindergarten, primary school (grade 1-6) dilanjutkan dengan high school (grade 7-12). Saat aku berkunjung ke North Shelby bertepatan dengan spirit week (aku sudah pernah membahas tentang ini sebelumnya). Hari pertama masuk sekolah aku begitu penasaran seperti apa sekolahnya. Apalagi sekolah dimulai pukul 8.30-15.10. Teresa mengantarkan kami ke sekolah. Dibutuhkan waktu sekitar 10 menit dari rumah untuk sampai di sekolah. Dengan bercanda Amy menerangkan kalau aku tidak perlu khawatir tersesat karena sekolahnya sangat kecil. Akhirnya aku pun tiba di sekolah. Bisa dikatakan bahwa sekolah adalah bangunan terbesar di Shelbyville. Sekolah masih cukup sepi. Saat aku memasukinya terlihat lorong sekolah yang tidak begitu panjang. Lantainya yang berwarna coklat sangat kontras dengan loker yang berwarna merah menyala. Sekolahnya ku perkirakan tampak cukup tua dilihat dari karakteristik bangunannya. Aku segera duduk di bangku kayu yang ada di dekat loker. Tidak berapa lama beberapa guru datang menghampiri sambil mengucapkan selamat datang. Setelah itu datanglah Mr. Exkel, school principle (kepala sekolah) datang menyambutku dengan hangat. Beberapa siswa yang datang tampak memandangku dengan perasaan kagok. Aku perhatikan kalau siswa di sekolah ini tidak terlalu heterogen, maksudku tidak banyak pendatang. Aku juga tidak melihat orang Afrika-Amerika. Dalam tingkah laku bisa dikatakan mereka cenderung lebih sopan dari sudut pandang tata cara Indonesia. Di O’Fallon, kami biasa saling berpelukan jika saling ketemu. Dan juga dipastikan setiap pergantian jam di lorong sekolah atau di sekitar tangga banyak sekali pasangan yang sedang asyik berciuman. Bahkan tidak jarang saat di kelas. Terutama siswa ceweknya selalu heboh dalam penampilannya. Dandanan mereka seperti hendak pergi ke acara fashion show lengkap dengan make up, high heels, dress, beserta aksesori serupa. Benar-benar seperti sekolah modeling. Sementara di North Shelby, saat spirit week keebtulan temanya adalah berdandan ala selebritis pujaan. Ada seorang cewek, namanya Olivia. Dia memakai rok mini sekitar 5 cm di atas lutut dan sepatu boots sampai betis, teman-temannya memanggilnya hooker (panggilan terhadap wanita tuna susila). Sementara di O’Fallon, Memang ternyata di North Shelby ada peraturan yang cukup ketat mengenai berbusana. Bahkan kepala sekolahnya pun tidak segan-segan menghukum langsung muridnya jika dia melanggar peraturan atau bersikap tidak sopan. Masalah yang ku hadapi di sekolah itu adalah saat lunch. Kantinnya sangat kecil ditambah dengan hanya menyediakan satu menu makanan. Siswa hanya perlu men-scan kartu lunch mereka dan kemudian membayarnya belakangan. Sementara aku hanya disini untuk seminggu maka aku membayar hanya dengan seharga $1,5 tiap harinya. Memang jika di rupiahkan akan tampak sangat mahal. Tapi jika dibandingkan dengan harga makanan di akntin sekolah di O’Fallon yang harga 1 burger $1,6. Menu makanan di North Shelby termasuk komplit. Karena dilengkapi juga dengan salad, buah, susu, dan pendamping lainnya yang dapat diambil sebanyak yang kita suka. Masalah muncul saat menu makannya adalah ham sandwich dan corn dog (seperti hot dog tapi luarnya adalah corn bread). Jadi terpaksa selama dua hari itu aku hanya makan salad dan buah sementara ham sandwich dan corn dog itu aku kasih ke temanku yang lain. Sosis haram di USA karena terbuat dari daging babi. Ada salah satu kelas unik yang aku kunjungi. Agriculture class (karena Shelbyville adalah daerah pertanian) dan kami sempat berdiskusi banyak tentang agriculture di Indonesia dan Amerika. Aku sangat terbengong-bengong heran saat semua temanku yang ada di kelas menceritakan seberapa banyak lahan yang dimiliki oleh orang tuanya rata-rata sekitar 2000 acre (809 hektar). Sementara aku hanya menjawab memberi perkiraan kalau rata-rata petani di Indonesia hanya punya 10 acre (4 hektar). Pantas saja meskipun status mereka sebagai petani tetapi kehidupan mereka terutama dari ekonomi bisa dikatakan lebih dari cukup. Teknologi mempunyai peran andil yang cukup besar. Dengan lahan yang sebesar itu mereka tidak perlu bersusah payah untuk mengolah lahannya. Semuanya serba mesin. Mereka tetap bisa menabur benih dengan hanya duduk di dalam traktor penabur benih sambil mendengarkan music dan menyalakan ac. Sementara petani Indonesia masih bisa dikatakan tradisional. Terutama tragis rasanya jika mendengar Indonesia Negara agraris tetapi masih mengimpor seperti kedelai dari Negara lain. Mr. Marthen, guru agriculture dengan bercanda mengakhiri diskusi kami, “Hey, don’t forget if you also feed Indonesian with your soy bean.” Karena dia tahu bahwa salah satu tujuan ekspor kedelai di Amerika adalah Indonesia. Aku hanya tersenyum saja mendengarnya. Kapan ya Indonesia bisa jadi Negara agriculture beneran? Dan nasibnya petani jadi lebih baik lagi. Kebanyakan yang untung kalau di Indonesia hanya pedagangnya saja. Sudah lahan tidak seberapa besar, hasilnya tidak banyak, dan harga di pasaran jatuh. Cerita klasik yang selalu mengiringi kehidupan petani.

Jumat, 06 Februari 2009

Mencicipi Snow Ice Cream, Snowman, dan asyiknya Sledding hingga hampir membeku

Missouri adalah salah satu state yang terletak di tengah-tengah USA. Karena itulah, cuaca di Missouri benar-benar di luar prediksi. Suhu berubah sangat begitu cepat. Pernah saat pagi hari suhu mencapai -10 C dan menjelang tengah hari suhu melampaui 10 C.

Salju pertama kali yang ku lihat di Missouri ini pada tanggal 30 November tahun lalu. Saat pagi hari aku terbangun dari tidur, melihat keluar rumah ada lapisan putih menyelimuti permukaan. Salju yang turun waktu itu tidak cukup banyak. Saat itu dengan hanya menggunakan sandal jepit aku keluar rumah menjejakkan kaki di atas salju untuk pertama kalinya. Rasanya tidak jauh beda saat aku menginjakkan kaki di atas pasir yang ada di pantai atau pasir yang biasa digunakan sebagai bahan bangunan rumah. Terasa lembut dan saat kita menjejakkan kaki di atasnya, seolah kaki kita tertanam di dalamnya. Beda sekali dengan saat turun sleet (hujan bercampur es dan salju) dimana aku pernah terjatuh saat aku menginjakkan kaki di path (jalan kecil). Saat turun sleet jalanan menjadi sangat licin. Lebih baik memilih berjalan di atas rumput daripada di path.

Setelah turunnya salju yang pertama itu aku mengira jika salju akan turun lagi beberapa hari mendatang. Kenyataannya aku salah. Salju baru turun lagi pada malam hari tanggal 26 Januari 2009 lalu. Sekolah sampai diliburkan. Inilah uniknya Missouri. Jika kita membandingkan dengan state lainnya, umumnya yang terletak di sebelah utara, tentulah salju yang ada di Missouri tidak ada artinya. Meskipun salju yang turun sangat sedikit saat weekday (hari kerja) sekolah selalu diliburkan. Istilah kerennya Snow Day. Terhitung sejak aku berada disini sudah ada 4 hari Snow Day. Umumnya pihak sekolah akan menelpon rumah untuk mengabarkan bahwa sekolah libur atau kita bisa melihat pengumuman di TV. Yang lebih lucu adalah pernah Snow Day tetapi tidak ada salju yang turun. Memang keselamatan jiwa sangat diperhatikan disini. Jika wind chill (angin yang sangat dingin) dibawah -15 F bisa dipastikan bahwa sekolah diliburkan. Aku sempat menanyakan kenapa itu diliburkan dan jawaban mereka adalah agar anak sekolah yang naik bis sekolah tidak membeku kedinginan terutama saat menunggu bis di pinggir jalan.

Akhir Januari lalu Missouri mendapatkan cukup banyak salju. Terbukti sekolah diliburkan selama dua hari (27-28 Januari). Selama dua hari itu kegiatanku hanya melihat dan mengamati salju. Salju saat pertama kali turun sangatlah indah. Berjatuhan ibarat gula bubuk yang ditaburkan di atas roti dan tanpa suara. Sebenarnya sih lebih mirip dengan ketombe. Karena saat bapakku mengusap rambutnya banyak sekali serpihan ketombe yang berguguran dan itulah yang ku lihat saat serpihan salju cukup lebat di hari pertama (untuk bapak ku, aku minta maaf karena menyamakan salju dengan ketombemu). Tidak berapa lama kemudian permukaan tertutup oleh lapisan putih yang sangat cantik sekali. Tiba-tiba ada yang berubah. Turunlah snowball (bola salju) sebesar butiran bubur mutiara kering yang dijual di toko. Snowball itu berjatuhan lebih cepat dan terlihat cukup jelas walaupun terjadi di malam hari karena kebetulan kondisi di luar cukup terang. Awalnya aku mengira itu adalah cahaya dari lampu. Ternyata tidak, langit tampak lebih terang dari biasanya. Kemudian aku teringat dari berita yang aku baca di internet bahwa gerhana matahari kemungkinan akan terlihat di Indonesia. Ya, mungkin itu pengaruh dari gerhana matahari itu tapi aku juga tidak tahu pasti.

Keesokan harinya aku memutuskan untuk berjalan kaki melihat sekeliling setelah semalam salju yang turun cukup lebat. Di daerahku hanya mendapat sekitar 6 inch (15 cm) sementara di daerah lain salju bisa mencapai 8-12 inch. Tidak ada rumput kering yang tampak. Semua permukaan tertutup salju. Saat sebelum fajar aku melihat dari balik jendela kamar kendaraan pembersih jalan dari salju sedang menjalankan tugasnya. Kendaraan itu mirip dengan truk kecil dan mempunyai semacam sekop di depannya untuk membersihkan jalan dari salju sehingga kendaraan lainnya bisa lewat. Selain itu mereka juga menaburkan Kristal-kristal garam di jalan (bentuknya menyerupai snowball) agar tidak slippery (lunyu, bahasa jawa).

Keinginanku untuk membuat snowman (manusia salju) di hari pertama gagal. Salju yang baru pertama kali turun sangat kempyar (ambyar) seperti memegang segenggam pasir kering. Bedanya salju sangat dingin. Sedingin apakah? Baru sekitar 5 menit aku bermain salju dan itu menggunakan sarung tangan, tanganku sudah membengkak kedinginan, nafas sesak, terutama hidung menjadi sangat dingin dan mengeluarkan ingus. Jika tidak terbiasa, pusing bisa langsung menyerang. Jari tangan dan kaki seolah mati rasa. Kesalahan terbesarku adalah langsung mengguyur jari tangan dan kaki dengan air hangat dari keran dan itu malah memperburuk keadaan. Jari-jari terasa seperti terbakar (wedangen, bahasa jawa).

Kemudian aku juga sempat mencicipi salju yang rasanya seperti es batu saja. Bahkan aku sempat menanyakan kepada mom ku bisakah aku membuat es langsung dari salju? Dan mom menjawab ya. Mulailah aku mengambil gundukan salju di daerah yang aku anggap bersih (daerah yang aku anggap bersih itu jauh dari jejak anjing karena temanku, Joey pernah mengingatkanku untuk tidak mencoba salju yang berwarna kuning karena itu adalah pipis anjing). Aku membuat snow ice cream (es krim dari salju) dan bahan serta cara membuatnya sangat mudah. Cukup campurkan salju bersih dengan gula, vanilla, dan susu cair kemudian di aduk rata. Rasanya meskipun tidak sama dengan es krim yang dijual di toko tapi aku menyukainya. Mirip-mirip es serut yang dicampur sirup dan diaduk rata. Hanya saja es krim salju ini terasa lebih lembut dibandingkan dengan es serut dan sensasi dinginnya juga berbeda. Sensasi dingin es salju ini lebih lembut sementara es serut lebih mengejutkan dinginnya dan bahkan terkadang langsung membuat pening saat sendokan pertama.

Hal lainnya yang umumnya dilakukan saat musim salju adalah sledding. Sledding itu meluncur di atas salju dengan papan seluncur dari atas bukit yang tertutup salju. Rasanya sangat menegangkan. Jangtungku berdetak sangat kencang saat aku duduk di atas papan dan salah seorang teman mendorongku kemudian aku meluncur ke bawah dengan cepatnya. Aku menjerit dan berteriak ketakutan sama halnya saat aku menaiki roller coaster yang sedang meluncur ke bawah. Sensasi ketegangannya tidak jauh beda dengan naik roller coaster. Lebih simpelnya sih, ibarat main perosotan dari tempat yang sangat tinggi. Papan seluncur yang ku naiki berbentuk bundar dengan pegangan di sisi kanan dan kiri serta terbuat dari plastik (mirip wajan datar). Otomatis saat meluncur ke bawah aku tidak hanya langsung meluncur begitu saja, papan yang ku naiki sempat berputar-putar sambil terus meluncur ke bawah sebelum akhirnya aku terlempar dari papan dengan wajah mencium salju. Seluruh badan terbalut dengan salju terutama muka. Temanku hanya tertawa melihat itu semua. Hal yang lebih menegangkan saat sledding adalah satu papan seluncur panjang mirip meja setrika dinaiki oleh beberapa orang.

Meskipun sangat dingin aku terus mencobanya. Hingga aku merasa kalau jari tangan dan kaki ku membengkak dan terasa panas hingga seolah-olah mati rasa. Sarung tangan rangkap tiga yang ku pakai tidak ada artinya karena telah basah oleh salju dan membeku di permukaan serta menambah dingin tanganku. Aku melepasnya dan aku berdiri di luar sambil terus bergerak lebih dari setengah jam tanpa sarung tangan. Aku terus menari atau bergerak-gerak agar tidak terlalu merasakan dingin dan badan sudah sangat capek karena energi terkuras. Saat sledding setelah meluncur dari atas untuk kembali ke puncak kita harus mendaki dan itu cukup sulit karena selain licin juga salju setebal setengah betis cukup menyusahkan gerak kaki untuk melangkah dan tentu saja menguras energi. Kembali kurasakan tanganku membengkak, bibir yang seolah menebal, hidung yang terus berair, dan kesulitan bernafas. Aku juga tidak merasakan jari kaki ku walaupun aku memakai sepatu boot tebal tetapi juga kemasukan salju ditambah kaki ku yang seolah tenggelam dalam salju menambah penderitaan. Akhirnya permainan sledding pun usai karena hari bertambah gelap. Langsung saja kami berhambur ke rumah Jordan (rumah Jordan dekat dengan bukit untuk sledding). Aku melepas celana yang memang aku memakainya rangkap. Tebak, celana panjang bagian luar membeku dan kaku sekali untuk dilepaskan. Penderitaan “membeku” setelah bermain salju terlalu lama belum berhenti. Lebih dari satu jam dengan bersembunyi di balik selimut untuk mengembalikan kondisi tangan dan kaki ke kondisi normal. Kalau tangan dan kaki membeku dan seolah mati rasa, jangan mendekati perapian atau mengguyur dengan air hangat karena akan memperparah keadaan. Dengan setengah berteriak aku berkata ke teman-temanku “I don’t want sledding anymore, it’s more than enough. I’m freezing and almost die.” Mereka hanya tertawa sambil mengusap kepalaku seraya mengangguk setuju kalau mereka terlalu lama bermain sledding dan melupakan orang Indonesia yang tidak terbiasa dingin, kemudian dengan kompak berkata, “Poor Ines.” disertai gurau tawa.