Selasa, 13 Juli 2010

BIG BOYS DON'T CRY

Tanggal 12 Juli 2010 saat hendak tidur siang aku mendapat sms berisi berita duka yang mengabarkan bahwa ayah dari temanku (sebut saja temanku itu A) meninggal dunia akibat penyakit liver. Sempat terkejut mendengarnya karena aku tidak tahu bahwa ayah A sakit parah. Lagi-lagi aku merasa gagal menjadi seorang teman yang sesungguhnya, yaitu bukan hanya teman yang enak diajak hang out saja. Memang benar beberapa bulan yang lalu, si A pernah sms minta didoakan supaya kondisi ayahnya cepat sembuh tetapi ketika ku tanya ayahnya sakit apa, A tidak menjawab. Sehingga aku akhirnya lupa menanyakan kabar ayah A lagi yang aku kira sudah sembuh dan beraktivitas normal.
Saat menjabat tangan A dan menyatakan rasa bela sungkawa aku melihat matanya masih sembab dan berwarna merah. Sangat terlihat dia berusaha tegar menutupi gundah hatinya. Sosok tinggi besar A yang selalu dipenuhi senyum dan membuat orang tersenyum karena dia yang sering ngowoh tidak terlihat. Meskipun ruangan itu dipenuhi oleh teman-temannya yang mencoba mengobrol dan menceritakan hal-hal lucu dan juga membahas kemenangan Spanyol di piala dunia pun tidak menarik minatnya untuk larut dalam obrolan. Sesekali dia menunduk dan mengusap muka dengan lututnya dan dari ceritanya terkuaklah kalau ayahnya menderita penyakit sirosis dan itu semua baru diketahui 2 bulan terakhir. Saat mendengar ceritanya, aku tahu bahwa penyakit itu sudah cukup parah. Ditandai dengan perut yang membesar, kaki bengkak, dan muka menghitam. Sebelum meninggal teman ku, A itu yang menghabiskan waktu bersama ayahnya dengan menonton TV. Ayahnya sempat muntah darah sebelum akhirnya meninggal.
Di sini yang akan aku tekankan adalah temanku itu, A, sungguh hebat. Dia terlihat paling tegar dibanding kakak perempuannya atau ibunya. Dia dengan tegar mengantar ayahnya sampai ke pemakaman. Aku tidak melihat air mata yang mengalir dari matanya. Sementara ibunya sudah berteriak menangis histeris memanggil ayahnya itu, dan kakak perempuannya tidak mau pergi beranjak dari makam ayahnya itu sebelum akhirnya dipaksa oleh sanak keluarga yang lain dan kemudian kakak temanku itu pingsan. Temanku itu juga yang akhirnya membopong tubuh kakaknya.
Aku salut dengan temanku itu. Karena sebenarnya dia itu penakut. Waktu wisata di Wisata Bahari Lamongan (WBL), saat memasuki rumah sakit hantu yang hantunya merupakan boneka, dia menangis histeris, padahal dia laki-laki. Sesudah menaiki roller coaster dia pun menangis ketakutan, sementara dari semua teman cewek ku tidak ada yang histeris ketakutan oleh semua wahana itu.
Dari situ aku teringat perkataan seseorang yang pernah menyatakan rasa komplain.
"Betapa tidak enaknya menjadi seorang laki-laki. Jika aku boleh memilih, aku ingin menjadi seorang wanita sajalah. Enak, nggak ribet, nggak harus dituntut menjadi kuat, nggak harus dituntut selalu melindungi wanita. Laki-laki dituntut untuk melindungi wanita. Sementara siapa yang bertugas melindungi laki-laki kalau tidak laki-laki itu sendiri?"

Dari itu aku bisa menyimpulkan bahwa temanku itu sedang berperan sebagai kodratnya yaitu laki-laki. Jika dia tidak bisa tegar siapa yang bisa menjadi sandaran kakak perempuan dan ibu nya? Sterotipe masyarakat kah yang membentuk opini big boys don't cry atau kah itu kodrat dari Maha Esa yang harus mereka jalani? Aku tidak tahu. Semoga Allah memberi tempat terbaik untuk ayah teman ku itu di sisinya dan diampunkan semua salah dan dosanya serta diterima amal ibadahnya. Amin....Ya Robbal Alamin.....

Tidak ada komentar: